Umat Islam kini agaknya merindukan kepemimpinan ulama sejati, seperti sosok KH Abdullah Syafi'ie, meski kini banyak da'i kondang dan penceramah yang mampu menghibur umat. KH Abdullah Syafi'ie memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat, namun di sisi lain bekepribadian teguh dan lembut hati. Ia pun punya daya pesona, utamanya satu kata dengan amalannya. Ucapan dan perbuatan sejalan.
Putera Betawi, yang lahir pada Sabtu, 10 Agustus 1910, itu adalah sulung dari dua bersaudara, putra pasangan H.Syafi'ie bin Sairan dan Nona Binti Asy'ari. Dia hanya mengecap pendidikan formal kelas dua SD. Tetapi, kepiawaiannya di mimbar patut diacungi jempol. Abdullah bagi warga Betawi adalah "Singa Podium". Bicaranya jelas, lantang, keras, menghunjam qolbu bagi kaum muslimin dan muslimat.
Kendati begitu, ia disegani, didekati dan dicintai bukan lantaran jabatan yang disandangnya, tetapi karena ilmu dan kepribadiannya yang mempesona. Dalam buku "Apa dan Siapa", diungkapkan bahwa Abdullah tak tertarik menuntut ilmu di sekolah formal karena cara belajar lamban. Ia bercita-cita menjadi ahli pidato, berdakwah, pandai mengaji. Karena itu ia memilih belajar pada kiai dan ulama di Jakarta dan Jawa Barat. Pada usia 13 tahun, ia naik haji bersama neneknya, 1923. Keteladanan beliau patut diikuti. Komitmennya dalam berdakwah dan membimbing umat menjadikan Abdullah sebagai ulama besar yang mewakafkan hidupnya untuk agama, bangsa dan tanah air.
Abdullah Syafi'ie meninggal pada hari Selasa, 18 Zulhijjah 1405 H/3 September 1985. Semasa hidup, Abdullah dikenal berhati lembut. Dia selalu mengajak umat kepada Tahidullah dan aqidah ala thoriqoh Ahlissunnah wal jama'ah. Selalu mengajak jamaah beristghfar dan mengumandangkan kalimat ttauhid: Laa illaaha illallah - Muhammadurrasuululah.
Dia punya dua anak; KH Abdul Rasyid AS dan Dr. H. Tutty Alawiyah A.S. Mereka ini adalah penerus perjuangan Abdullah Syafi'ie, terutama dalam bidang dakwah, tetap mewarisi corak pidato orangtuanya.
Almarhum semasa hidupnya punya pendirian teguh membela akidah Islam dan menegakkan amar makruf nahi munkar. Abdullah sempat menjadi pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) di bawah kepemimpinan Buya Hamka. Kendati duduk sebagai pengurus MUI, ia disegani, didekati, dicintai masyarakat bukan lantaran jabatan yang disandang. Semua itu karena kepribadiannya. Dalam konteks kekinian, Abdullah punya kepedulian dengan pendidikan. Pemimpin sejati memang selalu berpikir tentang generasi sesudahnya, mempersiapkan generasi masa datang lebih baik dan berkualitas.
Semangatnya memang luar biasa. Baru empat tahun sepulang dari tanah suci, ia merintis pengajian dengan empat murid. Pusat pengajian Al-Islamiyah di Bali Matraman, Jakarta berkembang, lengkap dengan para kiai, asrama, masjid. Sekitar 1940, ia mengubah nama Al-Islamiyah menjadi As-Syafi'iyah. Pengubahan nama didasari pada keyakinannya sebagai penganut mazhab Syafii. Pada 1972, Abdullah mendirikan Yayasan Perguruan As-Syafi'iyah. Dalam beberapa tahun kemudian, dia sudah mengelola 33 lembaga dari TK hingga perguruan tinggi, 19 lembaga dakwah, 11 lembaga sosial. Di samping menyelenggarakan pendidikan yang konvensional, dia juga mendirikan Pesantren Khusus Yatim, Proyek Pengadaan Ulama Ma'had Aly, Sekolah Tinggi Wiraswasta, Taklim Angkasa, Tabligh dan latihan dakwah.
Kegiatan perguruan berpusat di tiga kampus: Bali Matraman, Jatiwaringin, Cilangkap. Belum lagi madrasah yang tersebar di berbagai tempat. Sikap ikhlas merupakan modal utama bagi ulama, dai dan pendidik. Hal inilah yang menentukan berhasil tidaknya bagi ulama di tengah masyarakat.
Perjuangan KH Abdullah Syafi'ie pantas dijadikan panutan, terutama dalam menjalin ukhuwwah di antara umat Islam, tanpa menunjukkan kefanatikan golongan atau aliran. Dakwah beliau mampu menjembatani mereka yang menamakan diri kalangan modernis maupun tradisional di dalam masyarakat. “Singa podium" itu masih dikenang bersama perjuangannya. Memang banyak dai kondang, namun ulama sekaliber Abdullah Syafi'ie masih langka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar